Tradisi Bulan Rajab dalam Perspektif Sejarah Aceh

Informasi Tentang Aceh-BANGSA Aceh sejak endatu kita dulu dalam lintasan sejarah di katakan pada adat dengan agama merupakan satu bagian yang tidak dapat di pisahkan. Praktek kebiasaan dan budaya mencerminkan ciri khas syariat Islam.

Salah satu budaya yang telah lama di wariskan secara turun menurun dalam masyarakat kita Aceh pada bln. Rajab adanya kenduri " Tet Apam ". Ini satu tradisi yang telah sangat mengakar dan mempunyai nilai filosofi yang sangat mendalam baik di lihat dari perspektif agama dan sosial budayanya.

Tradisi semcam ini walaupun sudah ada perbedaan dan kurang di praktekkan dalam masyarakat namun " Teuot Apam " itu masih menjadi budaya yang tidak bisa di tinggalkan serta harus di lestarikan untuk anak cucu dan generasi penerus.
Para endatu kita Aceh menamai bln. dalam setahun dengan nama tertentu, pasti ada wajah tasmiah (sejarah dan alasan penamaannya), baik bulan Apam, Kenduri Blang dan lainnya.

Tradisi Bulan Rajab dalam Perspektif Sejarah Aceh

Buleun Apam di indetikkan dengan bln. Rajab ini jelas ada sejarahnya walaupun masih simpang siur serta ada beberapa riwayat asal usul penamaan bln. Rajab dengan Apam itu setidaknya ada warna serta aura tersendiri walaupun secara detail penulis sendiri belum menemukan bukti yg konkrit.

Salah seorang orientalis yang lama tinggal di Aceh serta sempat di panggil dirinya dengan nama Teungku Putih, dia yaitu Hurgronje (1985 : 250) mengemukakan asal usul " Kenduri Apam " .

Tradisi Bulan Rajab dalam Perspektif Sejarah Aceh

Dalam pandangan dia, dikisahkan pernah ada seorang dalam masyarakat Aceh dulunya yang ingin mengetahui nasib orang di dalam kubur, terutama tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh malaikat-malaikat kubur munkar Nakir dan hukuman-hukuman yang mereka jatuhkan, ia berpura-pura mati dan dikuburkan hidup-hidup. 

Segera ia diperiksa oleh malaikat mengenai agama dan amalnya, karena banyak kekurangan maka orang itu dipukul dengan pentungan besi. Tetapi pukulan itu tidak bisa mengenainya, sebab ada sesuatu yang tidak dapat diliatnya dengan jelas dalam kegelapan serta mempunyai bentuk seperti bln. seolah-olah melindunginya dari pukulan. Ia berhasil keluar dari tempatnya yg sempit (kuburan) serta segera menemui anggota keluarganya serta terkejut melihatnya kembali. Saat pengalaman ini dikisahkan, diketahuilah bahwa yang menolongnya sewaktu dipukul di kubur bulat seperti bln. adalah kue apam yang sedang di buat oleh keluarganya.

Intinya Apam itu sebagai media untuk menghadiahkan pahala kepada segala arwah. Nilai filosifi berikut, dimana para endatu kita mengajak kita untuk melakukan kegiatan ibadah dengan memasak Apam untuk di sedekahkan pada masyarakat. Nilai sedekah serta sosial dan kepedulian antar sesama terutama mereka yang telah tiada.

Bahkan mereka yang sudah almarhum itu orang yang sangat kita cintai baik orangtua, suami istri, anak dan handai taulan yang lain tersebut yang perlu kita realisasikan dengan menghadiahkan pahala kepada almarhum dalam bentuk " Kenduri dan Toeut Apam ".

Selanjutnya Hurgronje (1985 : 250) mengemukakan juga versi yang berbeda mengenani latar belakang pelaksanaan kenduri apam ini.
Menurut kisah pernah ada seseorang Aceh yang ingin mengetahui nasib orang didalam kubur, terutama tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh malaikat-malaikat kubur munkar Nakir dan hukuman-hukuman yg mereka jatuhkan, ia berpura-pura mati dan dikuburkan hidup-hidup. Segera ia diperiksa oleh malaikat mengenai agama dan amalnya, karena banyak kekurangan maka orang tersebut dipukul dengan pentungan besi. 

Tetapi pukulan itu tidak dapat mengenainya, sebab ada sesuatu yg tidak dapat dilihatnya dengan jelas dalam kegelapan serta mempunyai bentuk seperti bln. seolah-olah melindunginya dari pukulan. Ia berhasil keluar dari tempatnya yg sempit (kuburan) dan segera menemui anggota keluarganya dan terkejut melihatnya kembali. Saat pengalaman ini di kisahkan, diketahuilah kalau yang menolongnya sewaktu dipukul di kubur bulat seperti bln. yaitu kue apam yang sedang di buat oleh keluarganya.

Uniknya walaupun ada setiap daerah ciri khas tertentu bentuk Apam. Namun " Apam Pidie " ada nilai plus tersendiri baik bentuk, kwalitas maupun rasanya, bila tidak percaya coba rasakan " Apam Pidie ". Biasanya Apam Pidie itu besar, tebal serta kualitas plus kuah tuhe yg makyus.

Dulu, Apam tidak dimasak dengan kompor atau kayu bakar, tetapi dengan on ‘ue tho (daun kelapa kering). Jadi orang-orang percaya kalau Apam tidak boleh dimasak selain dengan on ‘ue tho ini. Masakan Apam yang dianggap baik, yakni bila permukaannya berlubang-lubang sedang bagian belakangnya tidak hitam serta rata (tidak bopeng).

Apam paling sedap bila dimakan dengan kuahnya, yang disebut kuah tuhe, berupa masakan santan dicampur pisang klat barat (sejenis pisang raja) atau nangka masak dan gula. Bagi yg alergi kuah tuhe mungkin karena luwihnya (gurih), kue Apam dapat pula dimakan bersama kukuran kelapa yang di campur gula. Bahkan yang memakan Apam saja (seunge Apam), yang dulu di Aceh Besar disebut Apam beb. Selain dimakan langsung, dapat juga Apam itu direndam beberapa lama ke dalam kuahnya sebelum dimakan. Cara demikian disebutApam Leu’eop. Setelah semua kuahnya habis dihisap barulah Apam itu dimakan.

Apam yang telah dimasak bersama kuah tuhe siap dihidangkan kepada para tamu yang sengaja dipanggil/diundang ke rumah. Dan siapapun yg lewat/melintas di depan rumah, tentu sempat menikmati hidangan Khanduri Apam ini. Bila mencukupi, kenduri Apam juga diantar ke Meunasah (surau di Aceh) dan kepada para keluarga yang tinggal di kampung lain. Begitulah, acara toet Apam diadakan dari rumah ke rumah atau dari kampung ke kampung lainnya selamabuleuen Apam (bln. Rajab) sebulan penuh. (Apam, Aceh Tourism, 2015).