Tgk Muhammad Yusuf A Wahab atau lebih dikenal dengan Tu Sop adalah Pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb Kab.Bireuen Provinsi Aceh.
Tgk. H. M. Yusuf Bin Tgk. H. Abdul Wahab. Bin Hasballah atau yang sering disapa Ayah Sop Jeunieb adalah sosok pribadi yang kharismatik, peduli, komitmen, jelas, komunikator, konsisten, kreatif, kompeten, berani, nekat, serta jumawa ini, lahir pada tahun1964.
Beliau adalah putra dari Tgk. H. Abdul Wahab (Abu Wahab). Seorang Ulama yang tersohor karena kesederhanaan dan sifatnya yang bijaksana. Ibundanya adalah putri dari Tgk. H. M. Shaleh pimpinan Dayah Mudi Mesra Samalanga Pada waktu Itu, ulama yang kharismatik yang teguh memegang pendirian.
Selain pimpinan Dayah/Pesantren, di kalangan masyarakat dan santri kota Bireuen, beliau juga dikenal sebagai bapak pengusaha karena sukses menjalankan usaha seperti Radio Yadara dan Air Minum dalam Kemasan dengan merek Ie Yadara.
Tu Sop adalah seorang visioner dan tipe pemimpin ideal. Selain memiliki basis keislaman yang kuat dan universal, beliau juga dikenal mudah dekat dan diterima di berbagai kalangan, mulai anak muda, kalangan profesional sampai rakyat biasa.
Tidak mengherankan nasehatnya selalu ditunggu dan dihadiri ribuan jamaah karena beliau memiliki karakter yang kuat dalam menyampaikan pesan dan membekas di benak siapapun yang mendengarnya.
Ayah Sop, begitu orang biasa memanggilnya, adalah insan yang lahir dari gesekan permata dan intan. Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan. Namun dalam pribadi Ayah Sop, semua itu tersinergi secara padan dan seimbang.
Kerasnya kehidupan tidak membuat sikapnya ikut mengeras. Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri. Beliau membuktikan bahwa ilmu tidak harus menyulap pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya.
Kesehariannya adalah aktualisasi dari semua itu. Walau banyak dikenal dan mengenal erat tokoh-tokoh nasional, tapi itu tidak menjadikannya tercerabut dari basis tradisinya semula. Sementara walau sering kali menjadi peraduan bagi keluh kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya untuk menyelami dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan kebiasaan di pesantren sekalipun.
Kematangan ilmunya tidak ada satupun yang meragukan. Sebab sedari balita ia sudah dibesarkan dengan ilmu-ilmu agama. Sebelum menginjak remaja, beliau diasuh langsung oleh ayahnya untuk menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan bermacam Ilmu Syara’ yang lain. Dan siapapun zaman itu tidaklah menyangsikan, bahwa ayahnda Ayah Sop, Abu Wahab, adalah murid pilihan dari Syaikh abuya Muda Waly ulama yang kesohor pada saat itu.
Kecemerlangan demi kecermelangan tidak heran menghiasi langkahnya menuju dewasa. Pada usia yang masih muda, kira-kira 17 tahun, Beliau sudah hafal diluar kepala kiab-kitab nadzam, diantaranya Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Al fiyah, Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab Asy-Syafi’I, semisal Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.
Tanpa kenal batas, Beliau tetap menceburkan dirinya dalam samudera ilmu-ilmu agama, seperti Dayah Darul atig’ Putra, Mudi Mesra Samalanga, dan Mekkah al-Mukarramah. Tidak hanya beberapa dayah, semua mata air ilmu agama dihampirinya. Beliau menerima ilmu dari sekian banyak orang ternama dibidangnya.
Tepat pada pertengahan tahun 2001, bertepatan dengan 11 Rabiul Awal 1424 Hijriyah, Tgk H Abdul Wahab bin Hasballah menyerahkan tampuk pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah (Putra) kepada putra bungsu beliau, Tgk. H. M. Yusuf Abdul Wahab. Keharuman nama dan kebesaran Beliau sudah tidak bisa dibatasi lagi dengan peta geografis. Banyak sudah santri yang berhasil “jadi orang” dalam pesantren Beliau. Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang Beliau miliki tidak cuma membesarkan jiwa Beliau secara pribadi, tapi juga membesarkan setiap santri yang bersungguh-sungguh mengecap tetesan ilmu dari Beliau.
Kutipan Favorit Editor:
Allah dan Rasul tidak pernah melarang Ulama menjadi Pemimpin. Kenapa kita melarangnya? Apakah kita lebih berhak daripada Allah dan Rasul? .
Ada sebagian kecil dari kita melarang Ulama menjadi Pemimpin karna SAYANG kepada ulama jika nanti terjerumus dalam perbuatan yang kotor di Pemerintahan.. Namun alasan itu hanyalah sebuah prasangka, bukan suatu kebenaran yang harus diikuti. Karena Manusia bukanlah Maha Mengetahui, Manusia hanya mampu berprasangka / menduga-duga.
Pertanyaannya siapa yang lebih SAYANG kepada Ulama? Allah dan Rasul atau Kita? Pasti jawabannya Allah dan Rasul yang lebih sayang kepada Ulama. Tapi Allah dan Rasul tidak melarang Ulama jadi Pemimpin, padahal Allah Maha Mengetahui hasil dari akhir kehidupan seseorang.
Wahai kaum muslimin berpegang teguhlah kepada Al-Qur’an dan Al-Hadist karrna keduanya terdapat petunjuk.