TRA(Tim Relawan Aceh) Padati Sidang MoU
Anggota
Tim Relawan Aceh (TRA) memadati Bundaran Simpang Lima Banda Aceh usai
mengawal mediasi antara YARA dengan peneken MoU terkait pembentukan
komisi Klaim. Dalam aksi ini mereka juga menuntut untuk diungkapkannya
kasus berdarah yang terjadi di Laweung beberapa waktu lalu.
* Mediasi YARA dan Peneken MoU Gagal
BANDA
ACEH - Massa Tim Relawan Aceh (TRA) dari berbagai daerah Jumat (19/9)
kemarin, memadati Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh. Kehadiran massa
dalam jumlah banyak ini, untuk mengawal jalannya mediasi antara Yayasan
Advokasi Rakyat Aceh (YARA) terhadap para peneken MoU Helsinki yang
hingga kini belum membentuk komisi klaim.
Amatan Serambi, sejak
pagi kemarin, massa TRA yang mengenakan seragam serba hitam memenuhi
halaman PN. Sebagian mereka membawa serta anak-anaknya. Kehadiran massa
TRA secara mendadak ini, membuat petugas PN dan beberapa pengujung yang
menghadiri sidang tindak pidana korupsi kaget. Namun, tak membuat
suasana sidang di PN terganggu.
Mereka yang datang atas inisiatif
sendiri untuk memantau proses mediasi tersebut, hanya duduk di beberapa
tempat bersama anggota YARA, sambil menunggu kedatangan pihak tergugat.
Sayangnya, hingga pukul 12.00 WIB, tidak terlihat satu pun para tergugat
maupun perwakilannya. Sehingga, mediasi gagal dilaksanakan.
Ketua
Lembaga Sosialisasi (Les) MoU Banda Aceh, Arrahman Ahmad (65) alias
Abura kepada Serambi di PN Banda Aceh mengatakan, mereka kecewa atas
gagalnya proses mediasi tersebut. Menurutnya, penandatangan MoU Helsinki
pada 2005, tidak hanya sebatas tandatangan, tapi harus diimplementasi
dan dikawal pelaksanaannya hingga tuntas. Selain itu, kedatangan mereka
juga ingin melihat komitmen para peneken MoU.
Seperti diberitakan,
Direktur YARA melayangkan gugatan kepentingan publik (class action)
terhadap Gubernur Aceh (tergugat I), Malik Mahmud (tergugat II),
Presiden RI (tergugat III), dan Martti Ahtisaari (tergugat IV).
Gugatan
tersebut diajukan YARA karena hingga kini para tergugat belum juga
membentuk Komisi Bersama Penyelesaian Klaim (KBPK) atau komisi klain
untuk korban konflik di Aceh, sebagaimana diamanahkan dalam MoU
Helsinki.
YARA kecewa
Sementara Direktur YARA,
Safaruddin SH kepada wartawan mengaku kecewa atas ketidakhadiran para
tergugat dalam proses mediasi, kemarin.”Kita sangat menyesalkan
ketidakhadiran mereka,” kata Safaruddin. Dia menambahkan,Seterusnya
YARA akan menunggu kedatangan pihak tergugat dalam persidangan untuk
melihat sikap dari peneken MoU Helsinki itu.
Safaruddin
menjelaskan, dalam poin 3.26 MoU Helsinki disebutkan, Pemerintah Aceh
dan Pemerintah RI sudah harus membentuk KBPK atau Joint Claim Settlement
Commission (CSC) paling telat pada tahun 2008. KBPK ini akan bertugas
mendata dan membayar ganti rugi harta benda korban konflik.
“Tapi,
nyatanya sampai saat ini komisi ini belum juga dibentuk. Karena itulah
gugatan ini kami layangkan. Karena menurut kami, kehadiran komisi klaim
ini lebih penting dari pada Pengadilan HAM dan KKR,” ujar Safaruddin. Ia
juga menilai para peneken MoU Helsinki tidak serius dalam
merealisasikan dan mengawal implementasi MoU tersebut.
“Martti
Ahtisari sebagai Direktur CMI juga bertanggungjawab terhadap persoalan
ini. Kalau tidak, percuma saja dia mendapat nobel perdamaian. Untuk apa
dia melahirkan sebuah kesepakatan, tapi dia tidak mengawalnya sampai
tuntas,”Tugas TRA
Menuntut perjanjian mou helsinki,supaya perjanjian dapat terealisasi dengan bijaksana.
ADS HERE !!!