Kisah hari Raya di Dayah Guci,,Dayah Guci adalah tempat lahir saya,dan tempat tinggal saya digubuk derita,hehe,jauh dengan Jalan Banda Aceh-Medan dipisahkan dengan sungai.dan kita juga bisa melewati samping sungai kecil,untuk mencapai jalan raya kami menyebutnya,sungai,ada guci raksasa yang airnya bisa dijadikan obat,banyak orang desa laen mengambil air untuk dijadikan obat,saya sendiri dulu sering meminum airnya,lansung bisa diminum,sepert sudah tersaring airnya,kemudian .
Pas depan bangunan dayah, kami menyebutnya,balee, ada pintu
irigasi. Pintu irigasi membelah sungai menjadi dua jalur. Satu lurus depan dayah, satu lagi samping dayah hingga depan SD Negeri
Dayah Guci.dua jalur sungai tersebut mengaliri air ke sawah milik
penduduk dusun dayah guci,dan juga sampai ke njong,lancok,dan dusun sekitarnya,sungai juga dimanfaatkan kalangan bocah dan remaja
untuk mandi,dulu saya sering mandi disungai ini, nyaris tak pernah absen saban hari, pagi dan sore.:D
Warga Dayah Guci rata-rata bermatapencaharian di bidang petanian.termasuk saya sering pgi sawah dulunya,
Dahulu,masyarakat, menggarap sawah dua kali setahun.awalnya , menanam padi.
Kemudian, budidaya cabe dan tembakau sugi.
“Sejak 3 tahun belakangan,saya hanya tanam padi dua kali setahun,
sekarang di sawah Dayah Guci sudah siap panen padi. Jadi saya dan masyarakat tidak lagi tanam cabe dan tembakau,”
“Yang ada tanam cabe dan tembakau hanya disawah Langgien,”,pemuda Dayah Guci. Dari Dayah Guci ke sawah Langgien hanya butuh
mengarungi sungai jalan kaki dan bisa juga lewat Jalan Banda Aceh-Medan.
warga Dayah Guci yang berstatus pegawai negeri sipil,tidak banyak. Setelah pulang dari dinas PNS itu pun pgi ke
sawah,menanam seperti warga lainnya.
Demikian juga ada sekitar 65 rumah di desa Dayah Guci, sekarang ini tersisa sekitar 12 rumah Aceh. Mempunyai 16 tiang,dan kayu rumah Aceh berukiran
indah. “Ukiran itu hasil pahatan pemahat aceh.jika rumah
adat Aceh yang lebih besar, disebut rumah Aceh perempuan, di
kampung saya tidak ada rumoh Aceh perempuan,rumahnya kecil-kecil. Dan beberapa bagian dari rumah
Aceh punya makna tersendiri,”
Rumah Aceh yang masih tertinggal tersebut sudah tua. Tapi masih kuat dan kokoh.
Sebagian rumah Aceh di desa saya telah disambung dengan bangunan beton
pada bagian belakang.dan jalan pun sudah rabat beton semua, Lantaran sudah ada bangunan beton, rumoh Aceh yang
semua materialnya terbuat dari kayu, beberapa tahun terakhir jarang
digunakan sebagai tempat tinggal di atas rumah aceh tersebut.
“saban hari rumah Aceh ditempati kalau pulang semua anggota keluarga saat
hari raya atau ketika ada acara pesta di rumah,”hmmm.
><><><
Pagi itu hari raya pun tiba.Didayah ada pengumuman lewat mix ber suara: “Kaum ayah dan kaum ibu sudah boleh siap-siap,kita shalat hari raya di halaman dayah,nanti pukul 8 kurang 15 menit.
Sambilan tunggu jemaah salat, beberapa anak muda melantunkan
takbir.kira-kira 15 menit menjelang pukul 08.00 WIB,lagi-lagi muncul
pengumuman: “Kaum ibu dan ayah, yang masih ada di rumah,sudah boleh siap-siap waktu kami tunggu 5 menit lagi.
. Pengumuman itu mengajak semua masyarakat
segera ke dayah untuk salat hari raya secara berjamaah.
Tepat pukul 08-15.00 WIB atau lewat lima menit, salat Idul adha berjamaah
dimulai. Siap salat dan khutbah Idul adha, jamaah bersalam-salaman dengan membentuk barisan,sambil salawat.
Ada juga yang, langsung pulang ke rumah untuk menyalami ayah dan ibu. Siap
mencium kedua tangan, kemudian mencium lutut kanan. Ketika kita
mencium tangan dan lutut, ayah dan mak berkata, “meutuah anakku”.
kemudian warga yang orangtuanya masih sanggup ke dayah, langsung mencium
tangan dan lutut ayah dan ibu selesai salat di halaman dayah. Warga
yang sudah tidak punya orangtua, meninggal, selepas salat segera
berziarah ke makam di belakang dayah. Membaca Alquran dan berdoa
untuk almarhum dan almarhumah semoga mendapat tempat yang layak
disisi-Nya.
Siap ziarah, berhari raya, bersalam-salaman dengan keluarga di
rumah,orang Dayah Guci saling bersilaturrahmi ke rumah tetangga,
rumah warga yang dituakan maupun disegani di desa tersebut.
Tuan rumah menghidangkan minuman teh manis dan air sirup. Kue khas hari
raya, di antaranya timphan asoe kaya, timphan ue, dodoi, meuseukat,
bhoi, loyang, kue bawang, boh usen dan lainnya.
Tamu berikutnya dari desa tetangga atau kerabat yang tinggal di desa
lainnya,hadir hingga sore. Ada pula keluarga dan kerabat yang baru
pulang dari luar daerah. Bagi yang tak sempat bersilaturrahmi hari raya awal ,sodara dari desa lainnya atau keluarga di luar daerah, pulang
ke Dayah Guci hari raya kedua atau ketiga.
tiap tahun, malam hari raya kedua, kadang kala malam hari raya ketiga,
kaum pria, tua muda, berhari raya ke rumah pak geuchik di Dusun
Bahagia, Desa Sukon Baroh. Selesai itu, masyarakat Dayah Guci ke rumah
teungku pimpinan pengajian di dayah. Beberapa tahun terakhir, teungku
pimpinan pengajian di Dayah Guci tinggal di Desa Blang Drang.
Demikianlah silaturrahmi sesama dihari raya di desa kecil ini.
Sambung-menyambung antarsesama seerat kawat baja saban tiap harinya. Silaturrahmi yang bahagia.ooh.. indahnya:)=.>
*Catatan warga Dayah Guci